InteractivArt : Perspektif yang baru tentang Seni

Ciao!

Udah lama ya aku ga ngepost :') liburan justru buat aku makin sibuk... sibuk Crafting :) oiya, pasti pada nagih utang yang belum selesai kan? Tentang pengalaman saya jalan - jalan ke Singapore itu lho... dan saya dapat perspektif baru soal seni disana.

Jadi, sekilas intro, sebenarnya perjalanannya udah dari awal bulan Mei, hahaha...
Tapi yang namanya perspektif atau ide kan bukan lauk yang cepat basi, jadi, monggo di baca ;)

Travelling, bagi saya, adalah membuka mata. Bukan cuma untuk melihat-lihat, "Ih bagus!", foto-foto, lalu pulang,tanpa dapat "meaning"apapun, tapi membuka mata akan realita dunia, melihat kehidupan di tempat lain yang berbeda dengan kehidupan kita. Belajar dari penduduk setempat, kalau bisa bercakap - cakap. Lihat ke museum mereka, nikmati sejarah dan seni peradaban orang lain. Berolahraga pagi, keliling blok sekitar, melihat satu-persatu tanda - tanda kehidupan di hari yang baru mulai muncul. Atau sekedar duduk, memperhatikan sekeliling kita, menikmati sore sambil menikmati suasana baru.

Pagi itu tanggal 9 Mei 2015.
Aku dan Papa memutuskan untuk jalan pagi di sekitar Orchard. Dari hotel, kami menyusuri Orchard Road, masih sepi, belum dipadati ramainya shopaholics yang mengantre dan berlalu-lalang.

Awalnya sih agak malas, tapi semakin dijalani, dan matahari mulai muncul, aku makin semangat. Suara kicauan burung membuat pagi itu menyenangkan. Kami menikmati berlari - lari kecil saat menyebrang dan suasana pagi yang sejuk. Tak terasa kami sudah bermeditasi di taman depan Stasiun Dhoby Ghaut, sudah berfoto di tangga - tangga SOTA (School of The Arts), dan sampai di depan Singapore Art Museum di Bras Basah. Dan ternyata, tepat di seberangnya adalah kampus yang saya cari - cari, Singapore Management University.
Sungguh perjalanan yang "surprisingly fun", karena semuanya tidak ter-schedule.

Sampai di hotel, kami membangunkan duo kebo yaitu Mama dan Mike, dan menceritakan serunya perjalanan kami pagi tadi. Dan secara sepihak ( tepatnya dua pihak, yaitu aku dan papa), kami memutuskan untuk pergi ke SAM ( Singapore Art Museum) siang nanti.

Singkat cerita, kami sampai di SAM, di gedung lama. Gedungnya sendiri sudah banyak bercerita. Kami berkeliling di dalam. Koleksinya lumayan menarik, sekalipun banyak ruangan exhibition yang sedang dalam proses instalasi, tapi kami (tepatnya saya sih) menikmati seni yang unik. Yaaa setidaknya, bagj mama, papa dan mike, mereka dapat foto- foto bagus di bangunan tua dengan lantai yang keren.

Saat kami mau pulang, petugas Museum menawarkan untuk pergi ke museum SAM yang baru, tidak jauh dari sini, karena satu kali entry (yang berarti dua museum hanya satu kali bayar, hehehe)

Saat masuk gedung SAM yang baru, saya agak terkejut melihat staircase nya. Suasananya benar -benar berbeda! Terlihat berbagai macam doodle memenuhi dinding - dinding tangga, sampai ke lantai teratas! Suasananya seperti dibuat agar lebih dekat pada anak - anak, dan itu mulai membuat saya berpikir.

Ada beberapa ruangan exhibition yang sepertinya khusus di buat bagi anak - anak. Kami langsung ke bagian lantai 3, dimana terdapat seni interaktif yang menggunakan sepeda bekas untuk menghidupkan lampu di lukisan galaksi, memutar radio, dan mengeluarkan bunyi.

Saya diperkenalkan dengan seni jenis baru.

Berpindah ke ruangan berikutnya, saya makin kaget lagi.
(Photo courtesy of bearbeardiary.blogspot.com)

Sebuah ruangan yang dindingnya dipenuhi oleh benang wol, pom -pom, sulaman, dan anyaman kain. Terdapat juga anak -anak yang sedang mengguntingi benang dan menempel karya mereka (yang kadang agak berantakan) ke dinding.
Dan disamping pintu masuk, terdapat keterangan dari ruangan ini :
IZZIYANA SUHAIMI
Let's Make Studio
Mixed Media

Dilanjutkan dengan kalimat yang menohok generasi ini :
"Kapankah kali terakhir Anda membuat sesuatu dengan tangan anda sendiri?"

Saya tertegun.

Sebagai seorang crafter, saya cukup banyak menghasilkan karya setiap bulannya. Tapi kalimat berikutnya,
"How can we capture the moment in time? How do we make time visible?"

Saya sadar.
Setiap karya menceritakan sesuatu.
Tepatnya setiap karya seni menjadi wadah komunikasi.

"Art was made to tell something, and that's a conversation!", pikirku.

Ketika setiap karya seni menceritakan dirinya dengan sendirinya (art reveals itself), terjadi banyak percakapan di situasi itu.

Pertama, percakapan antara Izziyana Suhaimi padaku. Aku belajar banyak darinya. Ia mendorong anak - anak untuk "melakukan" seni, dan aku rasa beliau berhasil mengubah image bahwa karya seni tidak harus merupakan sesuatu yang kompleks, sulit, dan membuat orang jungkir balik untuk memahaminya. Karena, pada esensinya, seni dibuat sebagai curahan hati dan pengalaman pembuat!

Di dinding tertera step-by-step cara mudah dalam membuat pompom, menganyam dan menyulam. Dan di seberang dinding itu, terdapat tulisan dari benang wol yang dililit - lilit : "Let's Make Something Bigger than Ourselves"

Thank you, Ms. Izziyana, you have changed my perspective. I was once afraid that I'm not good enough to make art. But now, I believe that the most important techniques in art, is to have the love and passion. Then, our work will grow, like the sentence at the wall, it will be bigger than ourselves.

Kedua, adalah interaksi antar pengunjung. Lebih spesifik lagi, adalah interaksi antara Art Enthusiast (penikmat seni). Seorang anak kuliahan menjelaskan kepada saya sebuah karya seni print dengan bahasa mandarin, dan itu membuat saya mengerti dan lebih menikmati lagi karya seni itu. Seorang anak menggunakan sebuah tabung segitiga untuk melihat karya seni warna - warni,yang ternyata merupakan kaledioskop! "Pintar juga anak ini,"pikir saya. Mengamati apa yang orang lakukan di sebuah galeri seni adalah pembelajaran tersendiri bagi kita, oh ternyata begitu cara menikmati seninya. Dan pada akhirnya, saya menawarkan kaledioskop itu kepada seorang bapak, dan dengan gembira ia melihat ke dalam dan kembali menawarkan alat itu kepada anaknya.

Art is about sharing, pikirku.
Art is about our social life. And we interact through it. And, even we interact because of it! Saya tidak menyangka tawaran saya meminjamkan kaledioskop itu bisa menjadi sukacita bagi keluarga bapak itu, sama halnya seperti anak kuliaham itu tidak tahu betapa sukacitanya saya karena ia menjelaskan arti tulisan dalam karya itu pada saya. Penjelasan terhadap seni itu seperti legacy, warisan satu orang ke orang lain, yang bebentuk mirip seperti rantai kasih. Dan keindahannya,
kita tidak tahu betapa bahagianya orang yang kita bantu untuk mengerti itu. Hal ini membuat saya makin rendah hati dan tidak merasa seperti pahlawan, seperti seseorang yang dibutuhkan.

Dan terakhir, karya seni menimbulkan interaksi antara staf museum dan pengunjung.

Lah. Kok antiklimaks ya.

Tapi itu benar. Di sebuah ruangan dengan pencahayaan ultraviolet yang dipenuhi anak - anak penasaran, seorang ibu yang tepatnya lebih cocok dipanggil nenek menghampiri saya dengan senyum yang ramah, mengajak saya berbincang.

Dari nametagnya saya tau bahwa nama ibu itu Mrs. Emily. "Hello, where are you come from?" Katanya dengan ramah. Perbincangan pun dimulai. Ia bertanya soal Indonesia, dan menjelaskan sedikit tentang Singapura. Ia bertanya apakah saya menikmati karya seni disini, dan saya menjawab bahwa saya sangat terinspirasi, terutama terhadap seni yang menciptakan interaksi dan komunikasi.
Itulah seni baru, contemporary art, katanya.
Ia menjelaskan tentang seni kontemporer pada saya. Singkat, simpel, tapi sarat makna. Dari situlah saya tahu bahwa beliau sangat berpengalaman, dan sangat mencintai pekerjaannya.

Thanks Mrs. Emily! You gave me a wonderful lesson. You really enjoy what you're doing :) and you also remind me of my grandma hahaha. And also, thanks for praying for my family, and our talk about Christianity and family.  I hope God will always bless you.

Dan satu lagi.
Saya sadar bahwa komunikasi dan interaksi itu sendiri, adalah seni. Seni, yang Tuhan ciptakan bagi manusia.

Saya pulang dengan tidak sia - sia. Saya belajar banyak dari Singapura. Saya harap, setahun lagi saya adalah salah satu dari mahasiswa yang beruntung diterima di Negeri Merlion itu :)

Btw, berikut ini preview jurnal saya saat ke Singapura:




Comments

Post a Comment

Popular Posts